Free money making opportunity. Join Cashfiesta.com and earn cash.

Selasa, 29 Desember 2009

Energi BIOETHANOL yang ramah linkungan

Menyongsong Sebuah keniscayaan


Kita mungkin semua sependapat, bahwa BBM, (Bahan Bakar Minyak) merupakan cairan yang sangat penting. Tanpa BBM, dunia yang kita huni sekarang rasanya seperti berhenti berdenyut. Begitu pentingnya minyak bumi, hingga sejumlah perang besar di dunia dipicu oleh “ emas hitam “ ini.

Sekitar 250 tahun yang lalu, nenek moyang kita sepenuhnya mengandalkan sumber-sumber energi alamiah. Bajak ditarik oleh sapi, kincir angina untuk untuk menumbuk padi, dan tenaga manusia sebagai tenaga penggerak. Sekarang (terutama di Negara-negara maju) tenaga manusia hanya menyumbang kurang dari 1% dalam berbagai aktivitas. Sisanya, dalam bekerja memproduksi barang dan jasa, sepenuhnya disokong oleh energi bahan baker fosil (BBM) yang sifatnya tidak terbarukan lagi(unrenewable), tetapi konsumsinya selalu meningkat dari tahun ke tahun.

Pada tahun 1972 sekelompok ilmuwan terkemuka yang tergabung dalam club of rome membuat geger dunia lewat bukunya The limit To growth. Disebutkan bahwa jika konsumsi energi tidak dirubah arahnya, hal itu akan mengarah ke limit to growth. Sejumlah ahli perminyakan saat ini mengemukakan bahwa setiap kita membakar 10 liter minyak mentah, hanya ditemukan 4 liter cadangan baru. Hal ini menegaskan kondisi minyak bumi mendekati titik nadir. Jika diawal pemanfaatan miyak bumi pada tahun 1859, manusia telah mengebor 69 kaki, kini manusia telah mengebor 9 kilometer untuk mendulang “ emas hitam “.

Kalangan optimistis akan menyangkal ramalan da pernyataan diatas. Faktanya, seiring berjalanya waktu, perkembangan teknologi membuat banyak cadangan baru di temukan. Angka cadangan riil relative konstan. Namun , kelompok ini melupakan 1 hal, susatu saat energi fosil ini akan habis kandas. Ketika saat itu tiba, tidak ada lagi yang bisa dilakukan.

Selain cadangan kian menipis, energi fosil adalah biang pemanasan global, perussakan lingkungan, dan berdampak negative terhadap kesehatan manusia.

Karena itu, tak perlu kita berdebat benarkah pemakaian energi fosil kian mendekati akhir?? Namun, seharusnya kita bergegas melakukan upaya substitusi dari energi fosil yang tidak terbarukan kepada energi yang terbarukan yang ramah lingkungan yaitu Ethyl Alcohol atau disebut juga ethanol atau bioethanol.

Sebenarnya penggunaan bioethanol sebagai substitusi bahan bakar hanya sebagian dari banyak manfaat lain yang bisa diambil dari bioethanol. Secara garis besar, bioethanol dikategorikan dalam 2 kelompok;

1. Ethanol> 99,5% v/v.
Ethanol ini yang digunakan sebagai substitusi bahan bakar minyak. Ethanol ini disebut juga Fuel Grade Ethanol (FGE) atau anhydrous Ethanol (ethanol anhydrat) atau ethanol yang bebas dari dari air atau hanya mengandung air mineral.
2. Ethanol 95 – 96% v/v, disebut juga ethanol berhydrat, yang dibagi dalam;
• Technical/raw sprit grade, digunakan untuk bahan spiritus, deseinfektan, pelarut.
• Industrial grade, digunakan sebagai bahan baku didunia industri misalnya, industri kosmetik, parffum, tinta cetak, cat, tiner, obat nyamuk, dll.
• Food grade, digunakan di industri minuman/makanan, misalnya, minuman berkarbonasi, obat batuk cair, effervescent, eksrtact herbal, minuman keras, industri rokok kretek,dll.

Indonesia memiliki beragam tanaman penghasil bioethanol. Pada dasarnya semua bahan yang mengandung pati, gula, dan lignoselulosa(serat kayu) bisa menjadi bahan membuat bioethanol.

Bahan baku Bioethanol:
1. Aren
2. Ubi kayu
3. Jagung
4. Nipah
5. Tebu
6. Sagu
7. Sorghum

Singkong adalah salah satu diantara sekian banyak bahan penghasil bioethanol yang terdapat hamper diseluruh pelosok Indonesia.

Di kebumen, produksi singkong mencapai135,699,066 ton/th dengan nilai produksi Rp. 86.652.390.000,-( sumber: dinas pertanian kabupaten Kebumen, thn 2005) jika singkong ini menjadi bioethanol, dengan asumsi rasio singkong : ethanol=7kg:1 ltr. Maka produksi bioethanol pertahun adalah 19.365.580 ltr. Jika harga jual industrial grade ethanol adalah Rp.8500,- /ltr maka nilai produksinya adalah Rp.164.777.430.000,-/Thn. Setelah dikurangi biaya produksi Rp. 1500,-/ltr, maka nilai tambah singkong jika diolah menjadi bioethanol adalah Rp.49.046.670.000,-/th, suatu jumlah yang tidak sedikit. Untuk itu, tiba saatnya energi hijau yang terbarukan ini dinilai sebagai subuah kenisacayaan.!!!

Wallohu a’lamubishowab

Bagi yang berminat untuk mempelajari bisa hub:(0287)381947, 5561925, 087837760865, disini ada kelas belajar untuk bidang ini, dengan vasilitas: Laboratory, training room. Termasuk machine supply alamat:Perum Taman winangun indah Gg.II No.C83 Kebumen
mari menjaga lingkungan sejak dini